Ini tulisan dibuat tahun 2009. Dibuat karena suatu hari akan datang
masanya abang zaidan bertanya kenapa dia berbeda, tidak seperti anak
lainnya yang normal. Aku menyimpan tulisan ini sambil menunggu saat itu
tiba. Tapi, pikir-pikir lagi, kenapa gak dimasukkin ke blog ya. So then,
here' s a story about you, my sunshine boy, Zaidan Zufar Rahman..
My Zaidan
Tokoh sentral
dari kisah ini adalah seorang anak berumur 4 tahun. Anak laki-laki yang manis,
yang sepanjang keberadaan dirinya selalu penuh cobaan. Yang kami harapkan
dengan adanya cobaan itu, mampu membuat anak tersebut dan keluarganya lebih
kuat, solid dan bisa menjadi makhluk, yang kalau sulit jadi makhluk Tuhan yang
tercipta paling seksi, lebih baik menjadi makhluk Tuhan yang berguna bagi orang
lain, setidaknya bisa mandiri.
Anak tersebut
bernama Zaidan Zufar Rahman. Lahir tanggal 11 Oktober 2005, dengan berat 3,15
kg dan panjang 51 cm. Lahirnya di klinik Al-Fauzan di Condet, dibantu oleh dr.
Prita.
Kami biasa
memanggil anak kami dengan sebutan abang, bukan tanpa alasan. Dulu waktu lahir
dan saat bayi, karena Zaidan sudah berkakak, kami memanggilnya sama seperti
anak lain yang mempunya kakak, yaitu adek. Tapi muka Zaidan tidak seperti adek
pada umumnya. Zaidan berkulit hitam dari lahir, sampai ada yang memanggilnya si
Ucup, tokoh di Bajaj Bajuri yang kocak dan berkulit hitam. Garis wajahnya juga
keras dan cenderung tegas, tersirat sekali kalau anak ini berkarakter keras dan
kuat. Karena ketidakcocokan posisi adek dengan wajahnya, maka kami sepakat
memanggilnya abang. Abang Zaidan. So manly.
Satu hal dari
wajah abang yang bisa melembutkan karakter wajah abang yang keras, adalah
senyum abang yang manis banget. Rasanya kalau lihat abang tersenyum, semua
gundah gulana melumer, meresap dan menyenangkan. Seperti kena sinar matahari
pagi yang hangat. Nyesss..
Abang juga punya
mata yang cenderung sipit, mungkin dari nenek Pomad, soalnya abi, ummi, eyang
juga tidak bermata seperti abang. Hal lain yang juga jadi ciri abang, muka
abang lebih mungil. Muka kakak Asmaa cenderung besar kayak abi, sedang ummi
panjang, walaupun sekarang sudah tidak terlalu panjang lagi sejak berat badan
naik. Kami menuduhnya, muka mungil abang seperti pak Puh Kadimin, kakaknya
eyang Ti yang tinggal di Kediri.
Saat ini badan
abang juga ndutt. Beratnya sekitar 16 kg. Sebenarnya gak ada masalah dengan
makanan. Abang nyaris menjadi pemakan segala makanan. Bagi abang, cuma ada dua
tipe makanan, enak dan enak banget.
Kondisi abang
saat kecil (sekarang juga masih kecil sih) dibanding kakak juga lebih rentan.
Abang gampang sakit. Alhamdulillah, sakitnya abang seputar batuk-pilek, dan
jarang panas. Itupun jarang ke dokter. Sebab kadang, saat abang sakit, abang
masih mau makan dan main/bergerak. Jadi yang digencarkan saat abang sakit ya
cairan dan makanan yang lebih bergizi lagi. Asupan makanannya jadi lebih
diperhatikan.
Tapi
alhamdulillah abang kalu sakita tidak lama-lama. Kalau ummi lihat abang panas
dan gak enak badan, langsung aja bikin sop bakso yang kaldunya nyammyy banget
dan abang pasti suka meski makannya sedikit-sedikit.
Kesukaan abang
main puzzle, sepakbola dan main air.
Berenang dan main hujan-hujanan jadi momen spesial buat abang. Dia kelihatan
excited banget kalau dibolehkan main hujan dan diajak ke kolam renang di
Kukusan. Menyenangkan melihat abang senang. Begitupun kalau sedang
menyelesaikan puzzle, bisa berjam-jam abang tekun bongkar pasang puzzle itu,
meski kadang butuh bantuan, tapi abang yang bakal memberikan ‘sentuhan
terakhir’
puzzle itu. Begitu pun kalau lihat bola. Segala macam bola bakal dia tendang.
Abang juga suka lihat pertandingan bola di tv. Gak tau apa abang udah ngerti
apa belum permainan sepak bola
Sekarang abang
nambah juga kesenangannya yaitu nonton Ultraman, Power Ranger, Ben10 sama
Transformer.
The Beginning
Awal mulanya
mengandung abang itu saat kakak masih umur
1;4 bulan. Kakak Asmaa masih menyusui, tapi kemudian disapih karena ada
abang. Sebenarnya kita belum planning punya anak, tapi kehamilan kedua ini
tetap disambut antusias karena pada dasarnya kami kami mengharapkan anak kedua
dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
Kehamilan abang
berbeda dengan kakak. Waktu hamil kakak, ummi cenderung lebih ringan, atau
umumnya orang menyebut hamil ‘ngebo’,
bisa makan apa aja, gak ada mual-muntah atau lemas. Dan waktu hamil kakak,
makanan juga dijaga banget, macam snacks atau softdrink gak bakal lewat mulut
deh. Tapi waktu hamil abang, sungguh berbeda. Yang namanya mual-muntah nyaris
tiap hari –
tiap malam. Dan mualnya juga luarbiasa. Alergi juga ngerasain nasi sehingga
kurang juga menjaga makanan. Dan yang
namanya mabok, lemas..wahh..gak ada duanya. Nyaris sampai 5 bulan masih
merasakan sensasi memabukkan dan melemahkan dari kehamilan.
Untuk kontrol
kehamilan abang ini, ummi masih datang ke puskesmas kecamatan Pasar Minggu yang
ada di jln Kebagusan itu. Selain karena sudah kenal dengan para bidan disana,
suasananya juga akrab, karena waktu hamil dan melahirkan Asmaa juga disana.
Tiap bulan, ummi datang ke puskesmas untuk sekedar periksa tekanan darah, lihat
kondisi janin dan juga untuk mendapatkan vitamin dan kalsium.
Saat kehamilan abang
usia 12 minggu, terjadi hal yang di luar kendali dan keinginan, namun dapat
merubah nasib dan masa depan abang. Sebelum ummi terserang campak Jerman,
sehari sebelumnya, ummi ingat itu hari Jumat, ada mantan teman sekolah yang
akan meninggalkan Indonesia
karena mengikuti suaminya ke luar negeri. Sebagai farewell party-nya kita
jalan-jalan ke Ragunan ngajak Asmaa dan teman2 lainnya. Sebenarnya dari pagi
udah berasa kondisi badan gak fit. Tapi karena janji, maka tetap rencana
berjalan. Berangkat bawa Asmaa sama tante Titis. Asmaa senang banget ke
Ragunan, pulangnya kita ke KFC di mal Cilandak.
Kondisi mulai
drop esok harinya, Sabtu, seluruh badan panas dan bercak-bercak merah. P Pikirku ini pasti campak. Tapi tidak bisa
dipastikan karena badan lemas dan tidak kuat jalan juga tidak ada yang jaga
Asmaa. Tapi kemudian Alhamdulillah, ibu datang, sehingga segera periksa diri ke
bidan terdekat. Yang mengejutkan, kata bidannya, janinnya malah tidak ada dan
tes ulang pakai test kehamilan lagi dan hasilnya meragukan. Bidan menyarankan
sabtu itu langsung ke puskesmas Pasar Minggu untuk USG dan bidan hanya
memberikan vitamin dan losion untuk anti gatal.
Tambah bingung
aja, masalah campak belum selesai, masih ditambah kalo janin tidak ada. Tanpa
pikir panjang, langsung ke puskesmas. Lumayan menunggu lama, selain kondisi
badan juga sedang drop, tenaga gak ada, cukup lama juga nunggu di antrian.
Saatnya tiba, ternyata janin abang ada, Cuma
memang ukurannya kecil. Dokternya juga gak komentar apa-apa tentang campak, dan
cenderung gak tau apa pengaruhnya bagi janin. Padahal dia dokter kan
ya, sekolahnya lama, Sp.Og pula, masa’ tidak paham apa pengaruh ibu
yang terkena campak bagi janin.
Abi jemput ummi
saat pulang. Dan saat di rumah, kami
mencari informasi tentang campak bagi ibu hamil. Hasilnya cukup mengejutkan
lagi. Hari itu terjadi kejutan berulangkali. Pertama dari bidan yang bilang
janin tidak ada dan kedua kami dapat informasi bahwa bisa jadi campak ini
campak Jerman yang sangat berbahaya bagi ibu hamil karena bisa mengakibatkan
kecacatan bagi bayi saat lahir nanti. Dan kecacatan itu bisa menyerang telinga,
mata dan jantung.
Ya Allah, rasanya
kebingungan dan kekuatiran menelan kami. Kami tidak bisa bicara lagi, tapi
harus ada yang dilakukan. Kami harus bertanya pada ahlinya. Padahal hari itu
malam minggu, mana ada dokter spesialis kandungan yang praktek. Semua rumah
sakit dan klinik kami telpon untuk ahu apakah ada dokter spesialis kandungan
yang praktek. Dan satu-satunya yang bisa kami datangi adalah JMC di Buncit. Hanya
di JMC, ada dokter spesialis kandungan yang praktek di malam minggu. Tanpa
menunggu waktu, kami langsung menuju kesana.
Dokter kandungan
yang pertama kami temui adalah dr. Tamtam Otamar, SpOg. Dokter tersebut
langsung memberikan resep seabrek antivirus dan langsung menyarankan tes darah
untuk rubella.
Rubella. Satu
kata yang akhirnya menjadi akrab diucapkan sampai saat ini.
Mulai malam itu,
hari-hari kami terus dibayangi kekuatiran juga kecemasan yang berlebihan.
Rasanya kalau tidak beriman, membayangkan akan memiliki anak yang cacat, bisa
sedemikian mendepresikan. Tapi dukungan suami dan keluarga menyadarkan, bahwa
semua kehidupan yang ada di alam ini sudah diatur oleh Allah. Dan jika memang
ini menjadi ujian dari Allah, maka kita harus ikhlas menjalankan peran itu
sebaik-baiknya, karena nanti tempat kembalinya tohh ke Allah juga. Namun meski
kesadaran untuk berpasrah dan berlepas telah disadari, tapi dalam hati yang
paling dalam, sebaris doa terus dipanjatkan siang dan malam, dan selalu dengan
diiringi tangisan yang kadang sangat sulit dihentikan demi mengharapkan bayi
yang lahir nanti sehat dan sempurna, dan mohon dikuatkan jika ternyata harapan
tidak sesuai dengan kenyataan. Malam-malam rasanya sulit untu ditenangkan, karena
selalu ada kegelisahan. Dan hanya kepada Allah semua diserahkan kembali.
RUBELLA, That’s
why
Hasil tes darah
di JMC memang mematahkan hati. Yah, ummi positif rubella. Yang artinya darah
plus jnin yang ada dalam rahim ummi terinfeksi virus sadis ini. Sebab ada dua
virus yang membahayakan ibu hamil, virus toksoplasma dan rubella, karena virus
ini mampu menembus selaput janin ketika si ibu terinfeksi. Beda dengan tokso,
penyebab virus rubella ini belum diketahui, atau belum ummi ketahui dan bisa
saja karena ummi belum banyak bacaannya tentang virus yang satu ini. Yang Cuma
diketahu hanya cara untuk menghindarinya, yaitu si ibu harus vaksin MMR..yahh a
little bit too late buat yang udah terinfeksi, dan tidak ada cara juga untuk sedikitnya
berkelit menghindari dampak kerusakan dari virus ini kalau kita udah terinfeksi
ketika hamil.
Dan virus ini
juga sangat berbahaya bagi ibu di awal kehamilan, semakin muda bulan kehamilan
maka kemungkinan kerusakan yang diakibatkan juga semikin besar. Jika terinfeksi
di trimester awal , maka kerusakannya bisa 80-70 %, jika di trimester kedua maka
resikonya bisa turun jadi 60-50 %. Dan jika di trimester ketiga, maka kerusakan
yang diakibatkan bisa 30-20 %. Angka-angka
tetap hanya angka-angka. Apapun yang bisa mengakibatkan ketidaknormalan
buah hati kita, sekecil apapun akan tetap menghancurkan hati dan mengkuatirkan
Apalagi Zaidan terinfeksi saat masih di 12
minggu kehamilan, yang artinya resiko kerusakannya bisa sangat besar. Untuk
gambarannya, janin yang terinfeksi virus rubella ini merusak fungsi-fungsi
organ, artinya si anak ketika lahir, memang punya telinga, tapi tidak akan
berfungsi, pasti punya mata, tapi kemungkinan rusak, ataupun jantungnya pasti
ada tapi mungkin terjadi ketidaknormalan. Nahh
ketiga organ tersebut yang menurut bacaan yang dibaca ummi kemungkinan
besar diserang yaitu telinga, mata dan jantung. Maka membayangkan anak kita
nantinya cacat di telinganya, di matanya dan bermasalah di jantungnya,
benar-benar membuat ummi patah hati. Rasanya langit runtuh dan gairah untuk
menjalani kehamilan yang menyenangkan menguap dan hanya diisi oleh sesal tak
beralasan juga kesedihan yang rasanya tidak ada ujungnya. Ummi depresi.
Alhamdulillah
ummi punya pendamping seorang suami yang selalu mengingatkan bahwa apapun yang
nanti terjadi adalah kehendak Allah. Ummi juga diminta agar jangan putus
harapan dan doa kepada Allah. Meminta terus menerus yang terbaik bagi kami dan
keluarga.
Hari hari setiap
saat, setiap waktu hanya terisi panjatan doa agar anak yang terlahir sehat
sempurna. Hanya itu, dan hanya itu. Rasanya perasaan begitu menciut dan begitu
kecil dan tak berdaya. Apalagi yang bisa dilakukan seorang hamba selain
berpasrah dengan apa yang sudah digariskan untuknya
Kepasrahan kami
membuat kami menjadi lebih kuat. Meski usia pernikahan kami baru 3 tahun, ujian
ini membuat kami saling menguatkan dan mendukung. Abi sering mengingatkan jika
ummi bertanya akan siapkah kita jika memiliki anak yang tidak sempurna. Jawaban
yang abi berikan selalu menentramkan dan membuat ummi lebih kuat. Ya, he’s
a great man.
Treatment
Pasrah tanpa
berbuat kok juga tidak bijak. Dengan tau kalau hasil tes darah ummi positif
rubella maka kami banyak cari info tentang virus ini dan dampaknya bagi janin
dan kemungkinan kerusakan yang diderita. Sayangnya tidak banyak informasi yang
mendalam dan bagaimana penanganannya. Atau mungkin juga karena kasus akibat
virus ini juga jarang kali ya. Kami juga banyak cari buku-buku tentan rubella
ini, tapi itu pun tidak pernah kami temui.
Selanjutnya,
ummi kontrol di klinik Al Fauzan di Condet, ditangani dr. Prita. Alhamdulillah
bu dokter sangat komunikatif dan menenangkan sehingga saat menjalani kehamilan
abang, ummi lebih tenang dan berusaha melakukan apa saja yang terbaik untuk
abang, sedapat mungkin bisa meminimalisir resiko dari kemungkinan bayi abang
cacat. Ummi lebih tenang dan bisa berfikir positif. Dengan dokter Prita, ummi
menjalani terapi obat. Seabrek anti virus dan vitamin harus ditelan tiap hari. Dan
selama hampir tiga bulan ummi minum obat-obatan yang diberikan. Tujuan pemberian
antivirus ini, sepanjang yang ummi pahami adalah untuk meminimalisir kerusakan
yang diakibatkan virus ini sebab tidak ada cara untuk mengukur seberapa
kerusakan yang dialami oleh janin dalam rahim ketika sudah terinfeksi.
Di
bulan ke-7 dokter minta ummi tes darah lagi untuk mengetahui apakah virus
rubella masih ada atau tidak. Di lab Prodia Pasar Minggu, ummi tes darah
rubella, ternyata alhamdulillah sudah tidak ada. Igm-nya udah di bawah normal.
Buat
yang belum paham, ketika tes darah, ada IgG dan IgM. IgG menunjukkan adanya
antibodi virus tersebut dan IgM kalau diatas batas normal menunjukkan kita
terinfeksi.
Kontrol
untuk penanganan ummi juga lebih ketat. Selain urusan obat-obatan, ummi ke
dokter Prita juga lebih sering dibanding ibu hamil lainnya. Tiap periksa, pasti
di USG untuk lihat segala sesuatunya. Untuk kehamilan abang, ukuran abang
termasuk sedang, tidak besar, tapi tidak kurang juga. Dokter kasih saran untuk
banyak minum susu dan es krim..mmmnnnymm ..gak nolak dehh.
Day by day
Kehamilan
abang kali ini juga berbeda. Lebih melelahkan dan payah. Ummi gampang banget
yang mengalami sakit kepala juga mual hebat. Duhh rasanya berat banget. Tiap
pagi tiap malam diisi dengan mual dan pastinya muntah yang luarbiasa
melelahkan. Baru kali ini ummi merasakan bahwa mual muntah orang hamil itu bisa
payah banget. Bayangin aja, untuk mengeluarkan muntahan itu kita bisa sampai
terkencing-kencing dan harus mengeluarkan cairan kuning yang luarbiasa pahit.
Kalau cairan pahit itu sudah keluar, baru badan enakan.
Urusan
makanan juga bisa jadi masalah. Untuk kehamilan yang kedua ini, ummi gak bisa
makan nasi. Lihat nasi ..wuihh..sejuta deh mualnya. Padahal tiap hari tetep
masakin buat Asmaa dan abi kalo lagi makan di rumah. Mentok2, ummi hanya bisa
kemasukan mi instant atau sate lewat depan rumah. Ini kali ya kenapa surga di
bwaha kaki ibu, sebab baru urusan hamil aja udah bikin tepar…Dan
akhirnya ummi baru bisa enjoy menjalani kehamilan ini setelah bulan ke-5.
Tentang
apa yang terjadi, kesadaran bahwa ummi telah terinfeksi rubella dan janin abang
bakal bisa jadi kemungkinan besar gak sempurna telah ummi rasakan sejak saat
itu. Perasaan bahwa memiliki anak yang ini suatu sat ini, akan benar-benar
membutuhkan semua kekuatan yang ummi punya sudah ummi sadari meski hanya
berbentuk firasat.
Harapan
dan doa tetap terpanjat untuk kesempurnaan dan kesehatan abang seiring dengan
kami membangun kekuatan dan kesolidan kami menerima abang apapun yang terjadi.
Seakan dalam perasaan terdalam kami ada dua sisi mata uang yang sama-sama kami
perjuangkan. Keinginan untuk memiliki anak yang sempurna dan kepasrahan untuk
menerima apapun yang Allah telah gariskan.
Membicarakan
perasaan terdalam ini rasanya akan selalu menjadi bahan pemikiran kami setiap
saat. Kami berdua, ummi dan abi sering mendiskusikan kemungkinan memiliki anak
yang spesial. Apa yang akan kami lakukan, bagaimana kami menjaga, mengurusnya,
menjelaskan pada keluarga, teman dam kerabat, bagimana pendidikannya, apa yang
kami harus siapkan, apa alternatif pengobatannya.. Segala hal kami bicarakan
sambil membangun penerimaan kami akan kondisi abang nantinya. Subhanallah. Mungkin
ini rencana Allah kenapa ummi dinikahkan dengan makhluk bernama Yudhi Rochman. Kelebihan
yang dimiliki makhluk Allah yang satu ini adalah kemampuan untuk menenangkan
dan tidak mudah berputus asa.
Menjadi
satu rasa mungkin ini yang membuat ummi bisa bangkit. Abi selalu memberikan
dukungan dan pengingatan agar ummi menjalani kehamilan abang dengan lebih
rileks dan bisa menikmati setiap saatnya untuk berpasrah dengan apapun yang
akan terjadi.
Kesadaran
selanjutnya muncul setelah sekian lama terpuruk dalan kesedihan dan penyesalan
akan memiliki anak yang tidak sepurna datang. Ummi sadar jika terus menerus
dalam kondisi tertekan, depresi, maka nantinya ketika lahir si anak bisa jadi
menjadi pribadi yang mudah tertekan dan tidak sanggup menjadi
problemsolver hidupnya. Padahal kalau
pun abang tidak sempurna, kami berharap bahwa abang nantinya tetap jadi pribadi
yang kuat dan berkemauan, tidak pantang menyerah. Karena itu sisa waktu
kehamilan abang, ummi langsung bertekad untuk bisa lebih menikmatinya.
Jujur
tidak mudah untuk berpikiran positif dan berusaha tegar di saat kita tahu bahwa
kita akan memiliki anak yang tidak sempurna. Tapi lelah juga terbayang-bayang
dan dihantui kecemasan yang berlebihan akan kondisi abang nantinya. Apapun yang
akan kami terima nantinya pasti itu yang terbaik dari Allah untuk kami. That’s
it.
Kena Typhus
Cobaan
abang belum berhenti pula, padahal abang belum keluar dari rahim ummi. Di usia
kehamilan lima bulan, ummi sakit.
Badan panas, sakit kepala luar biasa, dan badan rasanya remuk redam rontok tak
beraturan. Ummi berangkat ke Condet sendiri naik angkot. Setelah sekian lama
menunggu dokter Prita dan tes darah, ternyata ummi kena typhus dan harus
opname. Duhh..gimana nihh.
Mengingat
Condet terlalu jauh, akhirnya ummi minta rujukann ke RS Marinir, sebenarnya gak
sreg sih dirawat di RS Marinir karena punya pengalaman buruk saat kakak di
rawat dulu tapi ummi gak punya pilihan karena RS itu yang paling dekat,
setidaknya memudahkan abi dan keluarga untuk datang dan mengurus segala
sesuatunya.
Apa yang bisa
dikatakan. Untuk komplain kepada Allah, ngrusuluh, menyesal atau apapun,
rasanya tidak ada manfaatnya. Pukulan kedua ini rasanya tidak sedahsyat saat
tahu ummi kena virus rubella atau kesadaran akan memiliki anak yang tidak
sempurna. No, this typus thing tidak akan menggoyahkan ummi untuk kedua
kalinya. Makanya ummi menjalani perawatan dengan lebih rileks. Walau tetap ada
kekuatiran, tapi masih bisa dihandle. Senin sore itu ummi langsung masuk kamar
kelas 2 di bangsal flamboyan. Meski pelayanan di RS itu jauh dari cukup, ummi
coba nikmati ujian Allah ini, berusaha sekeras mungkin untuk cepat sehat dan
kembali pulang.
Lima
hari dirawat di RS. Hari Jumat diperbolehkan pulang, itu pun harus proaktif
ikut mengawasi hasil tes darah yang dilakukan tiap pagi sambil terus memberikan
‘peringatan’
kepada dokter yang kontrol kalau kondisi ummi makin sehat. Dan Jumat itu, Allah
mengabulkan doa ummi karena hasil tes Jumat pagi itu trombosit ummi naik. Dan
dokter sebelumnya memang mensyaratkan, karena ummi terus ‘berisik’
minta pulang, kalau hasil tes Jumat oke, maka hari itu juga boleh pulang.
Subhanallah, Alhamdulillah. Kangen ummi sama kakak bisa terobati. Dan ummi pun
pulang jumat siang itu.
Birthday
Hari yang
dinanti pun tiba. Setelah sekian lama perjuangan mengandung dengan sekian
banyak cobaan yang telah abang alami saat masih di kandungan, maka kelahiran
abang tetap menjadi sesuatu yang spesial bagi kami. Sebenarnya jadwal lahirnya
abang itu sekitar akhir September 2005. Tapi sampai saat itu lewat tetap gak
ada tanda-tanda ummi bakal melahirkan. Ummi gak flek, ummi gak mules, paling cuma
kontraksi-kontraksi yang umum dirasakan kalau sudah hamil besar. Dan yang gak
bikin ummi kuatir, waktu lahiran kakak juga sama kasusnya, yaitu lebih dari dua
minggu.
Akhirnya dokter
Prita minta ummi menjalani EKG untuk melihat kondisi jantung abang. Hasilnya
fifty-fifty, artinya koindisi janin gak terlalu bagus dan butuh dikeluarkan.
Dokter Prita minta ummi memakai induksi buat mempercepat kelahiran.
Saat itu
Ramadhan tanggal 8 Oktober 2005. Ummi datang sama abi saja, soalnya ibu lagi
menjga Asmaa. Pagi itu langsung diinduksi lewat infuse. Ada
sih sesuatu yang dimasukkan lewat anus, mungkin juga untuk mendukung induksi
itu. Setelah sekian lama, iya sih ada rasa mulas luar biasa juga lendir-lendir
darah yang keluar yang muncul tapi itu
tidak berarti apa-apa. Tidak ada pembukaan sama sekali. Induksi botol infus
kedua dilanjutkan sampai malan..duhh rasanya mulas yang sakit luar biasa benar-benar
dialami..tapi yang bikin stress..tetap tak terjadi apa-apa. Pembukaan tetap
tidak terjadi. Kebayang kan
rasanya, diinduksi itu menyakitkan dan melelahkan luar biasa. It’s
oke kalau si janin mengalam kemauan untuk dikeluarkan, tapi untuk kasus
abang..luar biasa.
Malam itu
induksi dihentikan. Ummi diinapkan satu malam dan disarankan untuk pulang dulu.
What?? Pulang ? Rasanya frustasi juga nih ngelahirin abang. Ibu-ibu yang lain masuk
langsung lahiran dan bisa lihat bayinya tapi kenapa ummi susah banget negluarin
abang sampai harus pulang dulu. Melakhirkan kok kayak main-main, bisa delay
kayak abang. Tai kondisi ummi juga tidak
memungkinkan, setelah dua botol infuse,, ummi udah gak punya tenaga lagi. Lelah
lahir batin.
Pulang ke rumah
juga bukannya makin tenang, hanya gak habis fikir aja kok bisa gak terjadi
apa-apa. Waktu kakak lahir juga dibutuhkan induksi , tapi botol kedua kakak
langsung minta keluar. Tapi untuk abang, wah ummi gak punya gambaran, hanya gak
habis pikir aja. Dan saat pulang ke rumah pun..blasszz gak terasa apa-apa
Tanggal 10
Oktober ummi balik lagi sore harinya. Abi langsung dari sekolah. Ummi saat itu
masih shaum Ramadhan. Masuk ke Al Fauzan langsung dipasang infus induksi.
Sebenarnya ummi udah illfil, udah gak ada mood lewat proses induksi ini, jadi
ummi setengah hati ngejalaninnya. Tapi tohh abang harus dikeluarkan, bukan?
Bagaimana pun caranya. Ummi buka dengan sedikit minum teh manis.Dari Al Fauzan
di sediakan makanan tapi karena gak mood ummi gak makan.
Sekali lagi
proses induksi dialami. Mulas luar biasa, lender-lendir darah keluar..but still
gak ada kemajuab, gak ada pembukaan. Jam 10 malam, ummi gak kuat nahan rasa
sakit ini, minta abi bikin appointment buat lewat Caesar aja. Rasanya sakit
yang dialami malam sebelummnya saat dua infuse gak sesakit infus ketiga ini.
Ummi benar-benar gak kuat.
Akhirnya infus
dicabut dan prosedur buat Caesar pun diuat. Jadwal ummi operasi esok paginya
jam 5.30. Malam itu ummi pikir ummi bisa istirahat tenang menghadapi operasi
besok. Tapi harapan tinggal harapan, entah kenapa setelah infus dicabut,
bukannya rasa tenang yang didapat, tapi mulas gak berkesudahan dengan tensi
yang lebih tinggi. Kenapa mulasnya makin menjadi ya. Harusnya bisa buat
istirahat ehh ternyata uimmi harus masih mengalami kontraksi yang terus menerus
dari jam 10 malam hingga esok paginya.
Jam 5 shubuh
doker Prita ngecek kondisi ummi. Surprisingly, ternyata ummi udah bukaan 7.
Lohh kenapa bisa. Akhirnya menjelang setengah jam operasi, dokter Prita minta
ummi nyoba normal dulu. Apa yang terbaik ajalah, walaupun tenaga udah hilang
tak tersisa, ummi coba jalanin kelahiran normal ini.
Powerless. Ummi
gak punya tenaga. Ummi gak bisa mendorong dengan sekuat-kuatnya. Ummi
benar-benar gak punya tenaga untuk mengeluarkan abang. Seperti waktu kakak,
ummi minta teh manis bahkan 2 gelas, tapi itu pun keluar saking kerasnya ummi
berusaha mendorong abang.
Melihat gak ada
kemajuan kelahiran abang, ummi minta di vakum aja. Iya, abang sempet di vakum.
Tindakan yang sebenarnya beresiko untuk otak abang nantinya, tapi saat itu ummi
gak jernih berpikir dan hanya ingin secepatnya abang dikeluarkan.
Akhirnya jam 8.30
pagi itu abang keluar dengan bantuan vakum. Yang gak biasa, abang gak nangis
dan baru nangis setelah beberapa lama. Tapi ummi rasanya sudah melayang antara
lega tapi juga kelelahan.
Alhamdulillah
abang lahir tanggal 11Oktober 2005 di klinik Al Fauzan Condet dengan berat
lahir 3150 gram dan panjang 51 cm. My baby boy akhirnya lahir dan melihat
dunia. Anak yang sedemikian lama kami idamkan untuk kami lihat. Bayi yang
sedemikian banyak mengalami cobaan dalam rahim akhirnya melihat dunia. Nama
pertama abang yaitu Zaidan Zada Zuhdi Rahman.
Sekali lagi
cobaan abang belum berhenti saat keluarnya. Dokter Prita bilang ummi belum
boleh keluar samapi ketemu dengan dokter anak dulu. Ada
apa nihh??
Ternyata tangan
kanan abang ‘kecetit’
atau mungkin ada urat atau otot abang yang terjepit atau bahasa kedokterannya
abang menderita erb palsy. What now?
Ternyata emang
tangan kanan abang terlihat gak normal. Tangan kecil itu terlihat kaku dan
ujung jari-jarinya tertekuk ke arah dalam. Dan yang membahayakan kalau
penanganannya gak segera dikuatirkan tangan itu akan tetap menjadi seperti itu,
kaku dan tidak mampu digerakkan hingga nanti abang besar. Artinya abang bisa
jadi cacat tangan kanannya. Ummi sama abi hanya mampu tercenung dan tak mampu
berkata apa-apa. Seakan cobaan Allah yang ditimpakan kepada buah hati kami
tidak lagi sanggup membuat kami merasa bahkan untuk menangis sekalipun. Hanya
karena keyakinan bahw Allah pasti akan memberikan yang terbaik untuk kehidupan
kami sekeluarga yang mampu membuat kami bertahan. Satu hal lain, sejak
mengandung abang, kami, abi dan ummi menjadi tim yang solid insyaAllah yang
akan selalu berada kapanpun kami berdua saling mebutuhkan. Maka adaanya abi dan
keyakinan bahwa Allah mencintai kami membuat kami tidak perlu mengkuatirkan
apapun. Kami hanya perlu berbuat sesuatu segera untuk menangani erb palsy abang.
So just let’s
go.
Dokter anak di
Al Fauzan menyarankan agar ummi dan abi membawa abang ke Rekam medik RSCM untuk
penanganan selanjutnmya. Tapi sebelumnya abang harus di rontgen untuk tahu
apakah ada urat atau syaraf bahkan tulang yang putus atau patah.
Erb palsy yang
abang derita bisa jadi karena saat kelahiran abang ditarik demikian kuat hingga
otot/syaraf yang masih lemah kejepit. Abi saat kelahiran juga melihat bahwa
posisi kepala abang saat keluar tidak biasanya seperti bayi lain. Kepala abang
mendongak dan miring hingga menyulitkan saat pengeluarannya dari rahim. Pantes
aja, robekan yang terjadi saat kelahiran ada dua macam, yang disengaja waktu
dokter Prita episiotomi dan yng bentuknya tidak braturan, mungkin saat abang
ditarik skuat-kuatnya dari rahim.
Erb Palsy-nya abang
Erb palsy abang
membuat tangan abang semakin kaku dan tak mampu digerakkan. Abang gak mampu
mengangkat tangannya sama sekali. Tangan itu hanya tertekuk semakin dalam ke
arah dalam badannya. Saat memandikan abang ummi harus ekstar hati-hati dan untu
mengurangi resoiko, tangan abang harus kuat disangga dengan gurita agar tidak
bergeak kemana-mana, dan itu pekerjaan yang sulit karena abang bayi banyak
bergerak dan lepaslah sanggaan tersebut dengan cepat. Subhanallah.
Kami hanya berpikir
bahwa abang harus ditangani dengan Usia 3 minggu,
abang diajak ke RSCM bagian Rekam Medik. Sebenarnya kami belum ada gambaran
akan diapakan abang disana. Bayangin di usia 3 minggu, apa yang bisa dilakukan
Setelah konsultasi, kami minta agar perawatan abang bisa dipindahkan ke RS
Fatmawati yang lebih dekat dari rumah. Maka hari itu kami dirujuk ke RS
Fatmawati.
Saat itu habis
Idul fitri 2005, kami ke RS Fatmawati ke poli rekam medik. Dokter disana segera
menjadwalkan bahwa abang harus ke fisioterapi di RS tersebut. Bagian
fisioterpai ternyata menempti bangianyang cukup luas dengan berbagai bentuk
penanganan, ada hidroterapi, inhalasi, pemijatan, infra red dan lainnya.
Malahan perasaan lebih lengkap di banding waktu ke RSCM kemari.
Abang langsung
ditangani melalui 3 tahap, pertama abang di setrum. Jadi tangan kanan abang
dialiri listrik untuk merangsang syaraf dan otot agar bisa aktif lagi. Sebab
kalau didiamkan otot dan syaraf bisa kaku dan tidak berfungsi. Kedua, abang
disinar dengan infra red, agar peredaran darah di tangan kanan abang lancar.
Dan yang terakhir, abang dipijat oleh terapis. Bagian terkahir iini yang
rasanya menyayat kalbu karena saat abang dipijat, abang nangsi kuat dan begitu
kesakitan. Rasanya gak kuat kalau dengar abang nangis kayak begitu, tapi
bagaimanapun ummi harus tegar dan tega, sebab inilah usaha kami, ikhtiar kami
untuk kesehatan aang di masa depan.
Terapi abang
sebenarnya terjadwal 3 kali seminggu, tapi atas saran terapis disana, semakin
sering diterapi maka kemungkinan sembuhnya semakin cepat. Terapis itu juga
menyarakankan untuk terapi langsung 10 kali baru observasi kembali mengenai
kemajuan abang. Saran itu kami terima dan kami putuskan untuk terapi setiap
hari selama 10 hari, dan hanya libur saat hari Minggu saja.
Jadilah selama
10 hari selanjutnya, tujuan tiap hari jam 7 pagi adalah menuju bagian
fisioterapi RS Fatmawati. Demi abang. Dan tiap hari pula, abang harus menerima
disetrum, disinar dan dipijat.
Kemajuan abang
adalah mukjizat buat kami. Tiap saat kamii selalu memperhatikan tangan kanan
abang, a tangan itu bergerak, apakah tangan itu mampu terangkat entah sengaja
atau tidak, apakah tangan itu bereaksi ketika di sentuh. Tiap saat pula, saat
di rumah, tangan itu kami pijat secara manual untuk mendukung terapi yang selama
ini abang lakukan. Apa saja kami lakukan, semua saran yang kami terima langsung
kami terapkan. Kami menyadari ilmu kami dalam hal ini tidak ada, sehingga kami
menerima semua masukan yang ada.
Di hari ke
sepuluh terapi, abang diperiksa lagi oleh dokter rekam medik. Subhanallah,
tangan abang refleks bergerak ke atas saat dokter itu melakukan uji refleks.
Padahal di rumah sekalipun jarang sekali tangan kanan abang bergerak apalagi
terangkat seperti itu. Melihat adanya reaksi itu, dokter menyudahi terapi
karena saat tangan abang bergerak tandanya saraf dan otot abang bisa berfungsi.
Subhanallah. Allahu Akbar.
Di tengah
kepasrahan kami, kami berasa hanya menjalani semuanya dengan segenap kemampuan
yang kami punyai saja. Tidak lebih tidak kurang. Di saat kami berhenti
menyesal, berhenti mengeluh dan berhenti menggugat maka Allah sekonyong konyong
koder menunjukkan kuasaNYa. Apalagi yang bisa kami lakukan melihat abang pulih
selain bersyukur dan lega bahwa Allah ternyata masih memperhatikan keluarga
kami. Subhanallah. Kelegaan yang kami alami luarbiasa dalam dan luas, karena
abang terhindar dari kecacatan tangan yang pasti akan mengganggu penampilan dan
kepercayaan diri abang di masa depan.
Pengalaman
menjalani terapi di RS Fatmawati adalah sesuatu yang tidak akan pernah
dilupakan. Perasaan yang kami rasakan demi kesembuhan abang juga tidak akan
hioang sampai kapanpun. Kondisi abang membuat ummi dan abi menjadi pasangan
yang berusaha melihat segala sesuatunya lebih dalam dan lebih tenang. Kami
mempercayai Allah Kami percaya apapun yang Allah berikan pada kami berbentuk
cobaan adalah hal yang akan membuat kami kuat dan dewasa.
Is he deaf?
Hari hari abang
selanjutnya adalah hari-hari yang normal bagi ukuran seorang bayi. Abang
termasuk bayi yang tidak rewel, gampang makan dan tumbuh berkembang dengan
baik. Alhandulillah. Kakakknya abang , Asmaa, yang berbeda umur dua tahun juga
sangat supportif. Asmaa jadi kakak yang sangat baik. Kakak suka membantu ummi
untuk mengambil pakaian atau celana abang kalau abang nompol. Kakak suka
dilibatkan dalam perkembangan abang. Abang ibarat sinar hangat dalam keluarga
kami. Kehadirannya menghangatkan dan menceriakan.
Tapi ada hal
yang menjadi kecurigaan yang akhirnya membuktikan kekuatiran ummi sejak abang
ada dalam kandungan. Abang tidak menengok saat ada suara memanggil namanya,
bahkan ummi menggunakan alat yang bersuara keras di belakang kepalanya tapi
abang tetap tidak mendengar. Saat hujan petir geledek menggelegar, abang
tidakpernah kaget atau ketakutan, padahal kakak waktu kecil takut sekali dengan
suara petir yang menggelegar. Satu lagi, saat pintu terayun menutup dengan
sangat keras dan menimbulkan suara yang sangat keras, abang sama seklai tidak
kaget. Abang juga tidak babbling, tidak ngoceh seperti bayi pada usianya. Bayi
lain mungkin sudah mengeluarkan suara mama-mama, papa-papa, dada-dada..tapi
tidak dengan abang. Abang hanya mengeluarkan suara aa-aa-aaa untuk minta
sesuatu. Dan hanya itu.Hanya aa-aa-aaa.
Feeling ummi
kuat dalam hal ini. Ada sesuatu
yang tidak beres dengan abang. Tapi untuk memastikan, kami perlu ahlinya, dan
umur abang belum cukup untuk melakukan tes.
Usia 6 bulan,
ummi mendatangani poli THT di Puskesmas PasarMinggu. Tapi mereka melihat
sesuatu yang aneh dengan pendengaran abang. Mereka bilang tidak ada apa-apa
dengan abang. Ummi pikir apa mereka memiliki pengetahun dan kemampuan yang
memadai untuk memastikan abang baik-baik saja. Atau rubella-thing and its
effect adalah sesuatu yang langka dan tidak mereka kuasai. Ummi pulang dengan
hati tidak puas karena feeling ummi tetap berkata ada sesuatu yang salah dengan
abang.
Selanjutnya kami
memutuskan untuk menunggu abang setahun untuk diperiksa kembali.
Perkembangan
abang secara motorik luarbiasa baik. Abang sehat dan bisa berjalan saat usia
setahun lima hari. Abang juga bukan
anak yang menyusahkan. Tapi basically, kedua anak kami, kakak dan abang adalah
anak-anak superaktif yang sangat menyukai pergerakan,, tantangan. Maka lari,
loncat, jatuh adalah hari-hari yang biasa kami jalani. Subhanallah, Allah berikan
kekuatan kepada kami untuk membesarkan mereka.
Selama menuju
abang setahun, tidak berhenti kami mendiskusikan kemungkinan abang tidak bisa
mendengar dan apa yang akan kami lakukan jika itu memang terjadi. Kami
merencanakan banyak hal untuk abang. Untuk terapinya, sekolahnya, pengarahan
minatnya, kami mendiskusikan banyak hal tentang abang.
He is deaf. Totally.
Dan setahunlah
abang. Saatnya mendatangi ahlinya.
Pertengahan
Oktober 2006, kami pergi ke spesialis THT di RS Fatmawati. Setelah konsultasi
kami dirujuk untuk melakukan tes BERA (Brain Evoked Response Auditory). Tes
BERA menggunakan perangkat yang terkomputerisasi, yaitu dengan menempelkan
berbagai macam kabel yang berhubungan dengan aktivitas otak manusia. Pada
dasarnya dalam keadaan tenang atau tertidur, otak tetap bereaksi terhadap
stimulus suara. Maka untuk mengetahui kelainan apakah abang tuli atau tidak,
tes BERA menjadi sesuatu yang valid karena menggunakan perangkat yang sudah
demikian canggih.
Tapi tes BERA tidak bisa langsung dilakukan karena baru
terjadwal tanggal 22 November 2006.
Tanggal tersebut
kami mendatangi lagi bagian radiology di RS Fatmawati. Sebelumnya abang
diberikan obat bius sebelum dilakukan tes. Sebab tes BERA dilakukan jika anak
dalam kondisi tenang dan tidak bergerak. Tes dilakukan oleh dokter Kamal selama
kurang lebih setengah jam.
Hasilnya? Langit
runtuh kedua terjadi. Hanya kali ini lebih runtuh dan lebih meremukkan. Semua
yang kami kuatirkan terbukti. Abang totally neural deafness. Artinya kerusakan
abang benar-benar parah. Dari tes BERA tersebut tetap tidak ada respon hingga
100 desibel. Padahal manusia normal bisa mendengar di tingkat 50 desibel,
sedangkan abang hingga suara 100 desibel tidak ada respon dari otaknya.
Sehingga abang dikategorikan dengan ketulian total dan tidak ada sisa
pendengaran.
Anakku. Anakku
tuli total.
Seakan lumpuh
semua rasa. Tulang seakan tidak bersendi. Hanya mampu memeluk abi dan menangis
tak tertahankan. Abang, anakku tunarungu. Apa yang akan terjadi ketika dia
besar nanti. Bagaimana masa depannya kelak. Ya Allah, rasanya pukulan ini
terlalu berat buat kami. Apapun akan sanggup kami pikul asal bukan anak kami
yang mengalaminya.
Hari itu terang,
tapi tetap terasa gelap dan berkabut buat kami. Hati kami hancur dan rasanya
kegembiraan hidup berakhir hari itu.
Kalau bukan
karena kami percaya Allah. Sisa umur kami akan kami habiskan untuk menyesal dan
menggugat, dan mungkin kami akan terus mencari kambing hitam dari kondisi
abang. Tapi Dia menguatkan kami. Kami tetap hancur, tapi hal itu bukan berarti
kami berhak menghancurkan kehidupan abang. Kami masih punya tanggung jawab
untuk membesarkan dan mendidik abang dengan sebaik-baiknya. Karena itu tanggung
jawab kami yang akan Allah minta di hari akhir nanti. Kami mau menjadi
makhlukNya yang mampu menjaga amanahNya , apapun yang terjadi dengan abang.
Kami berhenti
menangis hari itu juga meski tidak mudah. Kami langsung menyusun rencana untuk
abang, masih disertai tangisan pilu. Hingga hari ini pun tangis itu masih
tersisa untuk abang, betapa kami ingin yang terbaik untuk abang dan betapa
kekuatiran kami akan abang di masa selanjutnya menjadi concern kami terbesar.
Tangisan tersisa kami untuk terus menyadarkan kami bahwa tanggung jawab untuk
memastikan masa depan abang menjadi motivasi kami untuk bekerja, membesarkan
dan mendidik abang dengan sebaik-baiknya.
Kami memastikan
dan meneguhkan diri kami. Abang tetap sinar hangat bagi keluarga kami. Tidak
ada yang berbeda, abang hanya tidak mendengar yang artinya abang juga tidak berbicara dengan normal.
Hanya itu.
Rencana kami
seperti biasanya adalah mengumpulkan informasi. Kami browsing internet,
bertanya denga teman dan kerabat apakah mereka punya informasi mengenai tuna
rungu.
Rencana kami
saat itu adalah kami harus mencoba pengobatan alternatif -- lihat perkembangan
--terapi wicara --- alat bantu dengar – sekolah.
Suatu hari kami
menemukan satu artikel tentang ear candle (lilin bakar) yang mampu mengobati
anak tuna rungu akibat rubella. Bukan kesmbuhan total sebenarnya tapi
perkembangannya berupa tingkat desibel yang berkurang dari anak tuna rungu yang
mencoba ear candle tersebut. Bagi kami, ini usaha yang layak dicoba. Worth
trying. Bagi kami memiliki anak spesial seperti abang membuat kami rela
melakuka apapun demi kesembuhan atau kondisi abang yang lebih baik.
Kami mendatangi
klinir ear candle di wilayah jelambar Jakarta Barat. Dan langsung ditangani
terapisnya. Setelah dijelaskan, kami langsung mengambil paket yang ditawarkan.
Sayangnya saat dicoba di klinik tersebut abang sangat sulit diajak kooperatif. Abang
masih terlalu kecil untuk diam tak bergerak selama terapi dilakukan.
Ear candle
menggunakan lilin bakar yang terbuat dari linen berkualitas tinggi yang
didalamnya banyak bahan-bahan yang berguna untuk berbagi macam penyakit seperyi
vertigo, sinusitis dan juga masalah teling. Satu lilin panjangnya sekittar 30
cm. Dan lilin tersebut dibakar di telinga pasien. Satu ujungnya masuk ke dalam
telinga dan ujung lainnya dibakar. Asap dari lilin tersbut yang dipercayai
mengandung khasiat.
Untuk abang,
satu terapi menggunakan enam lilin. Tiga di kanan, tiga di kiri. Sayangnya
terapi abang hanya bisa dilakukan di rumah, karena abang terlalu kecil dan
tidak bisa tenang saat menjalani terapi.
Di rumah, terap
lilin bakar itu dilakukan 3 kali seminggu. Yang merepotkan, abang harus dalam
keadaan tertidur pulas saat lilin dibakar. Artinya pula baru sekitar jam satu
pagi terapi dilakukan.
Maka jangan
ditanya sulitnya melakukan terapi lilin bakar buat abang yang baru berumaur
satu tahun lebih itu. Kerepotan kami adalah masalah tempat. Abang baru bisa tertidur
jika kondisi nyaman dan tenang karena abang biasa tidur dengan AC, sementara
jika membakar sesuatu maka kondisi menghangat dan abang menjadi gelisah dan
bergerak berulang-ulang. Belum lagi lamanya waktu terapi. Jika dimulai jam satu
pagi dengan jumlah enam lilin yang masing-masing memakan waktu 30 menit untuk
menyelesaikannya, maka 3 jam yang dibutuhkan untuk terapi, belum lagi waktu
yang dibutuhkan untuk menenangkan abang jika abang gelisah dalam tidurnya. Maka
tiap terapi, kami menyelesaikannya sekitar jam lima
pagi dan kondisi kami sangat kelelahan, sementara abi harus tetap berangkat
kerja dan kalau anak-anak sudah bangun di pagi hari maka tidak mungkin juga
bagi ummi untuk beristirahat. Subhanallah.
Sekian lama menjalani
terapi ear candle ternyata tak berpengaruh apa-apa dengan kemampuan pendengaran
abang. Akhirnya kami menghentikan terapi dan mulai berpikir untuk menyediakan
alat Bantu dengar bagi abang. Tapi membeli alat tersebut ternyata tidak mudah.
Mengingat ini pengalaman pertama kami dan kami tidak memiliki banyak informasi
tentang apa itu ketunarunguan, bagaimana penanganannya juga bagaimana bentuk,
model juga harga dari alat bantu dengar
itu. Tidak mudah. Banyak orang yang kami tanya. Salah satu pertolongan Allah
datang, ternyata salah satu teman pengajian abi pernah bekerja di salah satu
optic yang juga menyediakan hearing aid. Terima kasih untuk pak Sutisna.
Pak Sutisna
merujuk A Kasoem sebagai penyedia alat bantu dengar yang dibutuhkan abang. Kata
beliau A Kasoem sebagai penyedia yang cukup kompeten dalam bidang hearing aid.
Maka kesanalah kami menuju.
Di A Kasoem,
abang sebelumnya konsultasi dengan spesialis THT yitu dokter Faisa Abiratno.
Dokter ini menjelaskan banyak hal tentang ketunarunguan dan segala hal
yang berhubungan dengannya. Dimana
kerusakan terjadi, apa yang menyebabkan seorang anak menderita tuna rungu,
bagaimana penanganannya. Semua hal yang dulu menjadi pertanyaan kami saat tahu
abang tuna rungu dijawab dengan lugas oleh doketr Faisa.
Yang
menenangkan, dokter Faisa mampu membesarkan hati kami. Bahwa memiliki anak
spesial dengan kekurangan pendengarantidak berarti menjadi akhir dunia.
Dijelaskan bahwa memamng 90% ibu yang menderita rubella, si anak akan menderita
tuna rungu. Meskipun si ibu terinfeksi di akhir kehamilan ! bayangkan jika di
ibu sebelum hamil telah melalukan pemeriksaan TORCH dan kemudian hamil dan janin dalam keadaan sehat Si ibu pasti
sangat bahagia. Tapi takdir berbicara lain saat akhir kehamilan di usia 9
bulan, kemudian si ibu terinfeksi rubella, maka 90 % kemungkinannya adalah si
anak tetap tuna rungu. Sebab tunarungu adalah resiko minimal dari janin yang
terinfeksi rubella. Ironis. Tapi itulah kehidupan. Tak ada seorang pun yang
bisa memastikan segala sesuatunya baik-baik saja dan terkontrol. Apapun bisa
terjadi.
Dokter Faisa
juga menjelaskan bahwa ketunarunguan tidak mempengaruhi kecerdasan. Si anak
tuna rungu tetap mampu mmemiliki kecerdasan yang tinggi. Ini juga termasuk yang
membesarkan sebab harapa akan pendidikan yang inggi buat anak yang tuna rungu
tetap bisa menjadi pilihan yang memungkinkan. Alhamdulillah.
Namun dokter
faisa juga mensyaratkan bahwa untuk pendidikan awal, si anak harus masuk ke
sekolah luar biasa terlebih dahulu. Orang tua diharapkan tidak memaksa anak
masuk sekolah umum dulu meskin si anak memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Sebab sulit bagi si anak untuk mengikuti cara elajar yang diterapkan di sekolah
umum, kecuali si anak sudah mampu belajar baca bibir dan mampu belajar secara
mandiri di rumah.
Penjelasan
doketr Faisa saat itu sekikt banuyak memompa harapan juga impian kami bahwa
tidak ada kurangnya memiliki anak dengan cacat tuna rungu. Abang nantinya tetap
bisa bersekolah seperti anak lainnya, yang mungkin membedakan adalah cara abang
berkomunikasi.Karena anak tunarungu menggunakan bahasa isyarat , body language
dan perkataan yang kelihatan sulit dipahami sebagai caranya berkomunikasi.
Setelah
konsultasi dengan dokter Faisa, abang di tes dengan berbagai macam suara di
ruang auditory. Mungkin karena saat itu abangmasih terlalu kecil kurang bisa
diambil kesimpulan pada tingkat berapa abang bisa mendengar. Tes ini dibutuhkan
untuk pembuatan atau setting alat batu dengar yang nantinya akan dipakai abang.
Lalu setelah itu ada pencetakan alat bantu dengar, karena nanti digunakan
sebagai penopang alat tersebut di telinga abang.
Kami membeli
alat bantu dengar dengan merek Oticon yang semi digital. Bukan tidak mau
membeli yang lansung digital, tapi hanya segitu kemampuan kami membeli alat
bantu itu.Itu pun kami harus menguras tabungan kami, tapi kami tidak menyesal.
Membeli alat bantu dengar adalah sebuah investasi buat abang di masa depan.
Untuk yang semi digital kami membeli dengan harga 7,7 juta, sedangkan yang
digital 24 juta. Semoga nanti abang kalau sudah besar mengerti dan maklum
kenapa oaring tuanya hanya mampu menyediakan yang semi digital saja. Gpp ya
bang, kemampuan ummi dan abi membeli alat untu abang gak sebanding dengan
kecintaan kami yang tak terbatas dan tak akan pernah ada harganya.
Seharusnya saat
sudah memiliki alat tersebut, sebanyak mungkin digunakan oleh abang. Minimal 15
menit tiap hari abang harus menggunakan alat itu. Tapi, sekali lagi, sangat
tidak mudah memakaikan alat tersebut buat abang. Bentuknya yang pas di telinga
membuat kesulitan tersendiri saat memasangkan. Dan memasangkannya pun harus pas
agar tidak ada bias yang membuat kuping sakit akibat dengingan yang keluar dari
alat tersebut. Sebuah perjuangan tersendiri.
Sayangnya lagi,
kelemahan ummi dan abi adalah tidak konsisten saat menggunakannya. Jika abang
tidak nyaman, ummi langsung menyerah dan
melepas alat tersebut. Dan tidak tiap hari abang dipakaikan alat tersebut.
Semakin lama abang tidak pakai alat itu maka semakin sulit pula untuk
memakaikan kembaliu alat itu. Duh ya Allah sulitnya.
Hal lain dari
penggunaan alat bantu dengar itu adalah
belum kelihatan langsung apakah alat tersebut berfungsi atau tidak. Sebab abang
saat menggunakannya pun tidak tiba-tiba langsung menengok ketika dipanggil atau
ketika ada suara keras langsung menengok.
Akhirnya harapan
minimal kami ada di sekolah atau di tempat terapi. Mudah-mudahan abang nanti mau memakai alat
bantu tersebut jika melihat teman lainnya menggunakan.
School time
Rencana
selanjutnya buat abang adalah mencari sekolah. Sebelumnya abi sempat dapat data
dari website depdiknas tentang sekolah luar biasa tapi tidak ada yang ada dalam
jangkauan. Maksudnya tempatnya jauh-jauh sekali.
Saat itu abang
baru saja menginjak usia 2 tahun. Kakak mulai masuk TK A di TK ArRisalah. Ternyata
ada orang tua murid yang punya teman yang memiliki anak yang tunarungu. Ummi
Syamil memberikan informasi bahwa temannya ibu Ika memiliki anak bernama Farhan
yang sekarang berumur 10 tahun dan telah bersekolah sejak usia 3 tahun. Ummi
Syamil menyarankan ummi sharing dengan ibu Ika tersebut untuk tahu apa yang
dilakukan jika memiliki anak tunarungu.
Kesempatan
berharga itu tidak kami siakan. Belum pernah kami bertemu langsung atau tidak
langsung dengan orang tua yang memiliki anak tunarungu. Kami lalu menelpon ibu
Ika dan mencari tahu apa yang sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk abang.
Ibu Ika
menceritakan bahwa sebelumnya, Farhan, anaknya, melakukan obeservasi di sekolah
Santi Rama yang khusus untuk anak tunarungu. Observasi dilakukan sesuai ekbutuhan.
Dari hasil obeservasi itu ditentukan selanjutnya mengenai pendidikan
lanjutannya. Anak ibu Ika sendiri menjalani observasi selama satu tahun,
setelah itu baru masuk sekolah di TK Santi Rama.
Saran yang baik
itu langsung kami turuti, kami mendatangi sekolah Santi Rama untuk obeservasi.
Santi Rama berada di Kramat VII Salemba. Jarak yang cukup jauh untuk kami
tempuh.
Setelah membuat
janji dengan bagiann observasi, pagi-pagi sekali kami datang. Kami berangkat
bersama abi sehinga abang harus telah disiapkan sejak pukul 5 pagi, jadi
setengah 6 bisa langsung berangkat. Berangkat sangat pagi dengan jarak yang
jauh membuat segala hal harus disiapkan dengan cermat. Pertama, mengkondisikan
abang dan kakak untuk tidur malam lebih awal sehingga bangun bisa lebih pagi.
Kedua menyiapkan sarapan dan bekal buat abang dan juga kakak, sebab tidak
mungkin bagi abang sarapan sebelum jam setengah 6 pagi. Ketiga, kakak harus
diantarkan ke eyang yang bakal mengantar ke sekolah. Maka segala hal harus
benar-benar cermat dan tepat waktu.
Sampai Santi
Rama, observasi dilakukan jam 8 pagi. Banyak yang dilakukan untuk menilai
kondisi abang. Abang harus menyelesaikan beberapa tugas yang diberikan seperti
puzzle. Biasanya abang hanya antusias di puzzle kedua dari lima
yang diberikan. Juga ada tes suara dengan menggunakan instrumen, tes
konsentrasi menggunakan kartu-kartu warna, dll. Abang observasi selama 3 kai
kedatangan selam 2 minggu. Di pertemuan keempat, kami bertemu dengan psikolog.
Psikolog dari
santi Rama ini menjelaskan bahwa kerusakan pendengaran yang dialami abang cukup
parah, kecerdasan abang di atas rata-rata, karena umurnya yang masih kecil maka
konsentrasi abang masih mudah terpecah . Kesimpulannya abang harus sekolah
untuk langkah selanjutnya dan disarankan bertemu langsung dengan kepala sekolah
TK Santi Rama.
Selanjutnya
kepala sekolah Santi Rama menjelaskan tentang metode pendidikan yang diajarkan
di Santi Rama, kelas-kelas dann penggolongan umurnya, dan terakhir masalah
biaya.
Menurut kami
metode pendidikannya yang diterapkan sangat baik, tapi mengetahui biaya yang
harus dikeluarkan untuk sekolah di Santi Rama cukup besar maka keputusan untuk
langsung masuk Santi Rama kami tunda dulu untuk dibicarakan selanjutnya di
rumah.
Dilema besar
bagi kami buat menyekolahkan abang di Santi Rama. Abang memang butuh sekolah,
sangat penting bagi abang. Tapi di sisi lain jarak yang harus ditempuh untuk
pulang pergi dengan segala persiapan yang hatus dilakukan sebelumnya utuk
berangkat sekolah juga menjadi pertimbangan. Hal lainnya yang juga berat bagi
kami adalah kakak. Kakak yang baru masuk sekolah pasti masih membutuhkan
perhatian dan dukungan orang tuanya untuk beradaptasi. Selama ini, meski kakak
masih berumur 4 tahun, kakak sudah sering dituntut untuk lebih mengerti
mengenai kondisi adiknya, sehingga kadang kami merasa kakak tidak terlalu
diperhatikan dibandingkan kebutuhan abang. Nahh..apalagi jika abang
disekolahkan ke Santi Rama yang jaraknya jauh dari rumah, kami harus
meninggalkan kakak, menitipkannya pada eyang, tidak menunggui kakak sekolah,
dan tidak terlibat dengan aktivitas sekolah kakak yang melibatkan orang tuanya.
Apa yang akan dirasakan kakak? Belum lagi jika abang pulang sekolah siang hari,
maka yang ada pastinya hanya rasa lelah karena jauhnya perjalanan dan pastinya
ummi langsung tepar istirahat sampai sore, sementara kakak belum terperhatikan
dari pagi sekali hingga sore. Kapan waktunya untuk berbagi perhatian dengan
kakak? Kakak Asmaa adalah anak yang kritis
dan perfeksionis. Butuh waktu untuk menjelaskan segala hal yang ditanyakannya.
Ummi berpikir, jika tiap hari ummi kelelahan mengurusi sekolah abang, urusan
rumah, maka tensi ummi akan selalu tinggi karena kelelahan. Dan jika ummi lelah
maka ummi akan tidak siap untuk kakak. Untuk mengajarkan kakak baca iqra’,
belajar membaca dan menjawab semua pertanyaan kakak tentang segala hal.
Kakak memang
anak yang spesial. Seakan dia diturunkan Allah dengan segala kemudahan. Juga
dianugerasi kasih sayang dan pengertiaan yang bagi ummi amazing untuk anak
seuasia kakak. Kakak memang tidak sempurna, kakak bukan anak yang cantik sekali
menggemaskan, kakak juga jarang langsung nurut jika diperintah kecuali dengan
alasan yang masuk akalnya. Dari bayi, kakak juga mudah. Lahir di puskesmas
dengan biaya murah, meski tetap diinduksi juga 2 botol, kakak juga gampang
makannya, apa aja yang disuapkan pasti dimakan.Kakak sangat menceriakan,
sukanya menyanyi, menari. Tapi kalau bermain, lebih suka main dengan anak
laki-laki, di ajak berantempun kakak tidak bakal surut.
Semuanya yang
dimiliki kakak seakan anugerah Allah yang dipersiapkan sebagai pelindung bagi
adiknya, abang, yang memiliki kekurangan. Kakak sedemikian pengertiannya akan
kondisi adiknya. Tapi karena itulah maka rasanya tidak adil buat kakak jika
semua perhatian ummi dan abi hanya tercurah untuk urusan abang saja.
Pertimbangan
itulah yang membuat kami memutuskan abang tidak bersekolah di TK Santi Rama,
mungkin nanti saat SD saja abang masuk Santi Rama mngingat SD-SMU Santi Rama
ada di Cipete.
Maka tiap pagi,
ummi antar kakak ke sekolah bersama abang. Kami menjadi 3 musketeer yang tak
terpisahkan. Yang menyenangkan setelah mengantar kakak, ummi dan abang
jalan-jalan dan sarapan di luar. Menyenangkan menghabiskan waktu tanpa harus
terburu-buru. Tapi di saat yang sama ummi tetap open eyes, open mengenai
sekolah alternative buat abang selain SantiRama yang memungkinkan dari segi
jarak dan juga bisa membagi perhatian yang adil buat kakak dan abang. Karena
merekalah dunia yang ummi miliki. Dengan abi didalamnya juga, ummi
mendedikasikasikan seluruh hidup demi kebahagiaan mereka. Dan ummi bahagia dan
merasa cukup jika kebutuhan mereka terpenuhi. Kesehatan, pendidikan, pangan,
semua hal.
Abang sekolah
Suatu hari,
tanpa sengaja, setelah menjenguk teman di RS Zahirah, ummi melewati satu sekolah
di wilayah Jagakarsa. Ummi membaca kalau
sekolah itu adalah SLB Nur Abadi. Maka ummi berencana untuk mendatangi sekolah
tersebut untuk mencari informasi.
Alhamdulillahnya,
saat itu ummi sudah punya motor sendiri. Sebenarnya motor terebut dibeli memang
untuk kebutuhan abang terapi. Mengingat abang paling tidak bisa naik angkot
atau bis. Yang terjadi bisa-bisa abang loncat dari angkot tersbut. Sebab
tipikal abang benar-benar tidak bisa diam dan tidak bisa tenang.
Suatu Senin,
ummi naik motor ke Nur Abadi, langsung bertemu dengan wakil kepala sekolah.
Dijelaskan tentang sekolah dan juga pengajarannya. Sekolah Nur Abadi
diperuntukkan bagi anak tuna rungu dan tuna grahita. Sayangnya untuk umur abang
belum bisa diterima karena usia masuk TK Nur abadi adalah 4 tahun. Tapi
baiknya, wakil kepala sekolah Nur Abadi memberikan list sekolah lain yang bisa
ummi cari tau apakah ada SLB yang menerima anak usia 2 tahun.
Di list yang
diberikan ada 3 SLB yang bisa ummi datangi. Pertama SLb Sana Dharma di dapur
susu Fatmawati, SLBN di jl. Pertanian Lebak Bulus, SLBN di jl. Media Srengseng
Sawah.
Selasa esoknya,
ummi berencana mengethui keberadaan SLB Sana Dharma. Ditemani oleh mbak Iwin
yang lumayan paham daerah Intan dan Fatmawati, maka setelah beberapa kali
kesasar, ketemmu juga sekolah itu. SLB ada di area yang sebenarnya tidak
terlalu besar. Tapi bentuknya memang sekolah. Ada
lapangan rumput meski tidak luas. Ruang kelasnya juga banyak meski tidak besar.
Sana Dharma ada di tengah pemukiman di daerah dapur susu, tepatnya di Jl.
Wijayakusuma III Gg. Sidik Cilandak. Di Sana Dharma, anak yang berusa dini bisa
diakomodir alias bisa diterima.
Setelah
mendapatkan informasi, slanjutnya ummi dan mbak Iwin meluncur ke arah karang
tengah lebak bulus. Jalan-jalan yang ummi lewati belum pernah ummi lalui
sebelumnya. Sempat tersasar juga tapi akhirnya ketemu juga dengan SLBN di jl
Pertanian Lebak Bulus. Area sekolah tersebut sangat luas, dan rindang karena
pohonnya besar-besar. Selain untuk tuna rungu, SLBN juga sangat lengkap karena
juga ada seklah untuk tuna netra dan tuna grahita. Tapi sayangnya SLBN ini juga
tidak menerima murid TK.
Maka dari dua
sekolah di atas yang paling mungkin adalah Sana Dharma. Ummi memang berencana
menyekolahkan abang sedini mingkin.
Kebutuhan abang akan komunikasi lebih khusus dan membutuhkan ahlinya. Ummi
lebih memilih menyekolahkan abang dibanding abang terapi karena berpikir jika
sekolah maka waktunya menjadi lebih intensif dibanding terapi yang mungkin cua
maksimal 2 jam selama 2 kali dalam seminggu. Sekolah juga menyediakan tata
karma, peraturan, disiplin yang leih komprehensif. Dan juga mengingat referensi
hasil observasi di Santi Rama yang menyarankan langsung sekolah maka langkah
selanjutnya yaa abang harus sekolah.
Ummi bertemu
dengan kepala sekolah Sana Dharma untuk penjelasan bagaimana proses penerimaan
siswa baru. Kepala sekolah Sana Dharma, bu Neneng, menjelaskan sebelum masuk
sekolah Sana Dharma, abang harus mengikuti obesrvasi sejenis les privat dengan
satu guru dari Sana Dharma. Maka mulai Februari 2008, tiap Kamis dan Sabtu
abang les privat. Hari kamis dengan ibu Eem dan hari Sabtu dengan ibu Win.
Seiring waktu,
les abang Cuma hari sabtu jam 10 dengan ibu Win. Selama beberapa bulan abang
tidak mau ditinggal, ummi harus tetap berada di kelas. Abang terlihat menjadi
anak yang tidak mandiri dan sulit beradaptasi, padahal ibu Win sudah membuat
segala hal sekondusif mungkin.
Cara lain
ditempuh, ummi ajak kakak ikut abang les privat. Karena hari Sabtu dan kakak
libur maka kakak excited aja diajak ke Sana Dharma. Dan karena pelajaran yang
diberikan ibu Win menyenangkan maka kakak untuk beberapa saat tidak keberatan
ikut masuk bersama abang. Sebulan di kelas dengan kakak, akhirnya abang berani
ditinggal sendiri dengan ibu Win. Subhanallah, kemajuan abang seperti ini yang
membuat ummi terharu. Setelah berulan-bulan baru kali ini abang mau ditinggal.
Rasanya begitu
membanggakan. Padahal hanya abang mau ditinggal sendiri, bagi ummi ibarat
dikasih durian runtuh jatuh dari pohon. Gak mau dong ketiban durian.
Itulah bedanya
dengan kakak. Padahal kakak juga dari masuk sekolah hari pertama juga langsung
ditinggal ummi dan kakak sanggung buat tegar malah menikmati kemandiriannya.
Sedangkan abang butuh tiga bulan untuk berani masuk kelas sendiri dengan bu
Win. Tapi kedua hal tersebut sangat membanggakan. Meski kemandirian abang
dibanding kakak jauh lebih kecil, tapi sekecil apapun yang abang bisa tetap
sangat membahagiakan.
Tahun
ajaran baru datang. Kakak naik ke kelas
TK B dan abang masuk sekolah.
Hari pertama dan
kedua masuk sekolah kakak masih menemani karena kakak baru masuk hari Rabu.
Abang memang oke aja jika ditemani kakak. Di hari ketiga, hanya doa-doa yang
bisa ummi luncurkan buat abang agar abang berani dan tidak rewel ketika harus
berada di kelas bersama teman-temannya. Alhamdulillahnya gurunya abang adalah
ibu Win, jd untuk adaptasi dengan guru tidak terlalu menyulitkan.
Di hari ketiga
ini, abang benar-benar memberi kejutan. Abang berani masuk kelas sendiri!!
Alhamdulillah wa syukurillah
Hari-hari selanjutnya
abang lebih kooperatif. Jika awal-awalnya banyak menangis maka hari-hari
selnjutnya berkurang tangisan abang. Abang juga, menurut ibu Win, mau mengikuti
apa yang diajarkan meski untuk keterarahan wajah, sebagai syarat utama anak
tuna rungu memahami pembicaraan, abang belum bisa focus dalam jangka waktu
lama.
Menurut ummi,
aktivitas sekolah jadi sesuatu yang yang menarik bagi abang. Abang yang
biasanya bergaul hanya dengan ummi, abi, kakak dan lingkungan rumah, maka dunia
abang bertambah lebar dengan mengenal teman-teman baru dan guru-guru yang ada
di Sana Dharma.
Sebagai
informasi, awalnya, satu kelas abang terdiri dari tujuh orang dengan usia yang
berbeda-beda. Leo berusia 8 tahun, Alief 7 tahun, Cisha 5 tahun, Celvin 5 tahun
dan Alya 4 tahun. Dan abang murid termuda. Mungkin karena merasa paling kecil,
sikap abang cenderung pragmatis dan main aman. Abang yang biasanya di rumah
agresif atau bahasa kasarnya rese’, tidak bisa diam dan cenderung tidak mau
mengalah, di sekolah jadi murid paling kalem sesekolahan. Orang tua di sana
menganggap abang anak yang tenang dan tidak pecicilan. Hehehe gak tau aja kalau
di rumah bagaimana.
Kemampuan
kognitif abang pun meningkat. Walau belum mampu mengucapkan satu kata yang
berarti tapi abang mau belajar dan mengerjakan tugas-tugas pekerjaan rumah yang
tiap hari diberikan. Secara motorik abang pun berkembang. Abang mampu melakukan
kegiatan menggunting, mengelem dan jangan tanya buat mewarnai..he’s
the man.
Dalam interaksi
sosial dengan temannya, abang juga bukan anak pencari masalah, dan cenderung
mudah diarahkan oleh gurunya.
Manurut
pengamatan ummi, anak-anak tuna rungu adalah anak-anak yang cenderung selfish
atau egois. Apa yang mereka inginkan dan tidak mereka dapatkan mudah membuat
mereka jadi tantrum. Dan kadang karena tantrum mereka jadi agresif. Padahal
yang membuat mereka kesal karena kesulitan mereka berkomunikasi dan sebagai
orang tua juga kadang tidak mengerti apa yang mereka mau.
Makanya
kesabaran bagi orang tua yang anaknya tuna rungu jadi harga mati. Membesarkan
anak spesial seperti mereka butuh keluasan hati dan kesabaran tak berbatas.
Sistem di Sanadharma
Jelas berbeda
sekolah untuk anak normal dengan sekolah luar biasa bagi anak tuna rungu.
Untuk aktivitas,
tidak ada bedanya, seperti upacara tiap hari Senin, sebelum masuk sekolah baris
dulu di depan kelas, berdoa sebelum belajar, ada ekskul renang, pramuka, silat.
Untuk anak TK,
jam sekolahnya mulai 7.30 hingga 10.30. Untuk tingkat dasar 7.30 hingga 11.30.
Sana Dharma juga
mengadakan tes, mid tes dan final bagi muridnya. Dan itu konsisten dijalankan
meski mereka menangani anak-anak spesial. Jadi tidak ada yang diistimewakan,
semua proses belajar mengajar mengikuti kurikulum yng telah ditetapkan oleh
depdiknas.
Itu juga kali ya
yang membuat kita, sebagai orang tua dari anak-anak berkebutuhan khusus ini
tidak terlalu down.Karena sekolah membuat anak-anak berad di jalur yang benar.
Pastinya tiap orang tua saat tahu anaknya cacat akan kebingungan bagaimana cara
mendidik dan membesarkan anak-anak dengan sebaik-baiknya hingga mampu mandiri.
Nahh keberadaan
sekolah bagi anak-anak berkebutuhaan khusus terasa seperti oase yang mendinginkan
hati tiap orang tua yang gelisah yang kuatir akan masa depan anak-anak
tercinta.
Guru-guru di
Sana Dharma juga luarbiasa sabarnya. Sebab jelas tidak mudah menangani
anak-anak yang tidak bisa mendengar dan berbicara. Mereka sedikit demi sedikit
mengajarkan berbicara, menulis dan semua aktivitas sekolah. Mereka, para guru,
memiliki teknik untuk menangani anak-anak tuna rungu yang cenderung lebih egois
dan mudah tantrum jika keinginannya tidak terpenuhi, padahal tidak semua
keinginan bisa dan boleh terpenuhi.
Lucunya, kadang
anak-anak di sekolah lebih ‘mendewakan’ guru di sekolahnya, lebih
menurut jika diperintah dibanding oleh orang tuanya sendiri. Di sisi lain hal
ini menunjukkan bahwa anak memiliki minat belajar yang baik dan di sisi lain
orang tua harus banyak belajar cara mendidik dan membesarkan anak-anak spesial
ini.
Di Sana Dharma
sendiri, selain ilmu-ilmu umum saparti layaknya di sekolah anak normal lainnya,
juga diberikan pendidikan ketrampilan seperti menjahit dan otomotif.
Ketrampilan ini diharpkan berguna buat anak-anak spesial agar menjadi manusia
mandiri yang tidak menyusahkan siapapun.
Menyekelohkan
anak-anak berkebutuhann khusus adalah hal terbaik yang bisa orang tua lakukan.
Dengan sekolah kita mengangkat derajat anak kita sendiri. Membekalinya dengan
ilmu dan kemampuan yang nantinya mereka butuhkan untuk menghadapi hidup.
Sekolah menjadi
sesuatu yang tak terpisahkan dengan anak-anak spesial yang berkebutuhan khusus
seperti abang. Sekolah menjadi guidance book bagi orang tua bagaimana
mengajarkan anak. Orang tua juga bisa share dengan para guru yang menangani
anak kita agar perkembangannya menjadi lebih terarah.
Sekolah adalah
sebuah kemustian bagi kita. Tak usah lagi berfikir mencari ‘orang
pintar’,
dukun atau semacamnya. Hanya buang-buang waktu, buang uang tapi hasil tidak
jelas. School is the best lah..Ever !!
Zaidan at school
Zaidanku kini
masuk tahun kedua bersekolah disana. Abang zaidan masih di TK dengan lima
murid perempuan lainnya. Yup, abang is the only man at class. Umur teman-teman
abang juga sekarang sepantaran. Rata-rata 4 tahun.
Sistem di
sekolah Zaidan memang memungkinkan fleksibilitas. Ketika ada murid masuk, maka
yang dilihat pertama adalah kemampuan bahasanya. Meski umur sudah 7 atau 8
tahun, tapi ia baru pertama bersekolah, maka disebutlah ia murid dengan zero
bahasa. Oleh guru dibuatlah percepatan perkembangan kemampuannya agar di tahun
berikutnya bisa dikelompokkan dengan murid seusianya.
Abang di antara
lainnya termasuk murid lama. Si kembar Via-Vina, Alya, Ilma dan Lia baru masuk
setelah Zaidan. Karena tidak ada murid
lelaki yang lebih besar abang jadi jagoan, tapi tetap manis kok kalo menghadapi
anak perempuan.
Di sekolah abang
belajar sambil bermain. Memang usianya tidak dipaksa untuk langsung belajar
Me and my heart : Time to share
Dan disinilah
ummi sekarang berusaha merangkai cerita sedetil dan sejelas mungkin. Awalnya
ditujukan untuk anakku Zaidan ‘abang’ Zufar Rahman yang pasti suatu saat akan bertanya
kenapa aku berbeda. Tapi kau tidak berbeda, sayang. Kau tetap anak ummi yang
hitam legam dengan senyum manis yang cool bangettss itu lohh
Tapi pastinya
rasa yang ada sekarang jauh berbeda dengan
apa yang dirasa dulu. Sama sekali berbeda. Saat ini ummi lebih tenang
dan mampu menerima kondisi abang apa adanya. Yahh look at him now, abang sama
senangnya dengan anak normal ketika bermain atau jalan-jalan. Malah lebih kali,
dengan tipikal abang yang memang gak bisa diam sama sekali. Alhamdulillah.
Abang kini,
thanks to pihak sekolah yang banyak mengajarkan cara berbicara, kedisiplinan dan
juga aturan dan kesenangan bersekolah, juga keluarga yang 24/7 support apapun
yang cucu mereka butuhkan, lebih banyak kemajuan yang didapat abang. Abang bisa
lohh ngucap huruf vocal a – i
–
u –
e –
o , meski gak sesempurna anak normal, but it means a lot. Subhanallah. Kata
demi kata yang mampu keluar dari mulut abang adalah hal yang ditunggu dan
diharapkan, dan ketika bisa diucapkan abang, maka keberkahan dan kebahagiaan
seakan melingkupi hati kami. Sedemikian dalam.
Di sekolah abang
pun mulai exist. Dia mulai enjoy menjadi bagian sesuatu yang bukan rumah saja.
Maka hari sekolah adalah hari yang menyenangkan buat abang dan tidak pernah
sulit membuat abang bersekolah kecuali kalo tidur kemalaman dan buat bangunnya
jadi kesiangan.
Dan tipikal
abang yang abi abis. Abi abis maksudnya sama banget kelakukan dan karakternya
sama abi yang suka becanda, gak serius dan main oriented deh. Yahh that’s my boy.
*writer's note : this writing to be continued.. there are 2 years pausing. I'll try to write those missing years.
With new spirit, new goal...i'll write amazing story about you, my dear
sunshine boy. I'll show the world how grateful i am to have you. Special
boy makes me as a special mom.
Ayoe..fightiiing!!